KONAWE SELATAN, LiputanSultra.com – Kasus dugaan penganiayaan terhadap seorang anak kelas 1 Sekolah Dasar di Konawe Selatan, yang melibatkan oknum guru honorer bernama Supriyani, telah memicu keprihatinan luas di masyarakat.
Insiden ini menjadi sorotan publik setelah media sosial ramai membicarakannya, menarik perhatian berbagai pihak, termasuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Aipda Wibowo Hasyim, orang tua dari anak korban, mengungkapkan rasa sakit dan kesedihan yang dialami keluarganya.
Ia menegaskan pentingnya dukungan dari masyarakat dan instansi terkait untuk memberikan keadilan bagi putranya.
“Kami merasa sangat terpukul dengan apa yang terjadi pada anak kami. Pelaku hanya meminta maaf tanpa mengakui perbuatannya, dan kami merasa tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan masalah ini,” katanya.
Wibowo juga mengucapkan terima kasih kepada KPAI yang telah mengunjungi kediaman mereka pada Jumat (25/10/2024).
“Kedatangan KPAI memberikan kami harapan dan dukungan. Kami berharap masalah ini bisa diselesaikan dengan baik dan anak kami mendapatkan perlindungan yang seharusnya,” tuturnya.
Dalam kunjungan tersebut, Ketua Tim KPAI, Ai Maryati Solehah, menjelaskan bahwa tujuan dari kunjungan ini adalah untuk memastikan kondisi psikologis anak sebagai korban serta mengawal pemenuhan hak-hak anak.
“Kami ingin mengetahui kronologis kejadian dan memastikan hak-hak anak, termasuk hak pendidikan dan hak bersosialisasi, tetap terpenuhi,” ujarnya.
Maryati menekankan bahwa meskipun proses hukum sedang berjalan, perlindungan hak anak harus menjadi prioritas utama.
“Harapan kami, dengan dukungan dari orang tua dan masyarakat, kasus ini bisa ditangani dengan serius dan memberikan dampak positif bagi perlindungan anak di Indonesia,” tambahnya.
Setelah kunjungan ke kediaman Wibowo, tim KPAI melanjutkan ke SDN 4 Baito untuk melakukan klarifikasi dengan para guru. Kunjungan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang akurat terkait kejadian yang telah viral, serta memastikan bahwa hak pendidikan anak korban tetap terpenuhi.
Di tengah perhatian ini, praktisi hukum di Sultra, Supriyadin, menyayangkan jika benar adanya tindakan pendisiplinan yang melampaui batas. Ia merujuk pada luka yang terlihat di bagian paha korban.
“Kita tidak ingin anak-anak kita diperlakukan seperti itu. Menurut informasi, anak ini sudah tidak masuk sekolah, dan sangat disayangkan ada selebaran yang menolak anak ini untuk sekolah,” ujarnya.
Dengan adanya dukungan dari KPAI, masyarakat, dan pihak-pihak terkait, diharapkan anak korban dapat segera pulih dari dampak psikologis yang ditimbulkan dan mendapatkan keadilan yang seharusnya.